Jumat, 25 Mei 2012

SEMEN POTRLAND


MATERI AJAR

1.      Sejarah Semen Potrland
Sebelum semen yang kita kenal ditemukan, adukan perekat pada bangunan di buat dari kapur padam, pozolan dan agregat (campuran ini sering disebut semen alam). Dan kini bangunan yang menggunakan bahan perekat ini masih banyak ditemukan di Italy. Campuran perekat tersebut tidaklah terlalu kuat, tapi tergantung pula pada sifat pozolan yang di gunakan sebagai bahan perekat. Pozolan adalah bahan yang terbentuk oleh debu dari letusan gunung berapi.
Kapur hidrolis pertama kali ditemukan oleh seorang sarjana sipil yang bernama Jon Smeaton pada tahun 1756. Pada saat itu ia bertugas untuk merehabilitasi menara api yang terletak di Eddystone. Ia mencoba menggabungkan kapur padam dan tanah liat. Kemudian campuran itu ia bakar. Setelah mengeras, bongkahan campuran tersebut di tumbuk hingga menjadi tepung. Yang mana tepung tesebut dapat digunakan kembali dan dapat mengeras di dalam air. Mulai dari percobaan inilah sifat-sifat kapur hidrolis mulai di kenal. Namun perkembangan bahan yang ia temukan masihlah lambat dibandingkan campuran kapur padam biasa.
Pada tahun 1796 penemuan ini kembali dikembangkan oleh James Parker dari Norhfleed, Inggris. Ia mengembangkan campuran yang telah ditemukan oleh Jon, perbedaan dari campuran yang di temukan Jon, batu kapur yang digunakan James sebagai capuran adalah batu kapur yang  mengandung lempung. Seadngkan teknik yang di gunakannya sama dengan yang di lakukan Jon. Pada tahun 1800 produk yang dikembangkan James berkembang pesat, sehingga produknya di beri nama semen roman. Namun perkembangan tersebut hanya bertahan hingga tahun 1850.
Di Inggris tukang batu  yang bernama Joseph Aspdin dari kota Leeds, mencampurkan kapur padam dengan tanah liat, kemudian ia bentuk jadi gumpalan. Lalu di bakar dengan suhu kalsinasi (suhu dimana kapur dapat meleleh) dan setelah itu di tumbuk hingga menjadi tepung. Ketika bahan campuran tersebut mengeras, warna dari bahan berubah menjadi abu-abu. Warna tersebut menyerupai bebatuan di wilayah Portland, maka Joseph memberi nama hasil temuannya sebagai Semen Portland.
Tanggal 21 october 1824, semen Portland Joseph mendapat hak paten dari raja Inggris. Walau pun demikian ia tetap merahasiakan bahan campuran yang ia temukan, dan ia tidak memproduksinya secara masal. Setelah ia wafat, pengembangan dan pemasaran secara masal semen ini di teruskan oleh anaknya yang bernama William Joseph di Jerman.
Tahun 1877 jerman melakukan penilitian lebih lanjut terhadap semen Portland, hingga membentuk asosiasi pengusaha dan ahlli semen. 30 tahun kemudian asosiasi tersebut menyebar hingga ke Inggris dan di Inggris Standard dari semen dibuat.
  1. Definisi dan Unsur pokok semen
Semen adalah suatu bahan perekat hidrolis berupa serbuk halus yang dapat mengeras apabila tercampur dengan air.
Semen terdiri dari batu lapur /  gamping yang mengandung kalsium oksida (CaO), tanah liat (lempung) yang mnegandung silika oksida (SiO2), aluminium oksida (Al2O3), besi oksida (Fe2O3) dan gips yang berfungsi untuk mengontrol pengerasan.
Semen memiliki 4 unsur pokok, yaitu :
  1. Batu kapur (Cao) sebagai sumber utama, terkadang terkotori oleh SiO2, Al2O3, dan Fe2O3
  2. Tanah liat yang mengandung senyawa SiO2, Al2O3, dan Fe2O3
  3. Bila perlu ditambahkan pasir kwarsa / batu silika, ini di tambahkan apabila pada tanah liat mengandung sedikit SiO2.
  4. Pasir besi / biji besi, ini ditambahkan apabila  tanah liat mengandung sedikit Fe2O3
Pengolahan unsur-unsur tersebut  dengan cara di bakar menjadi terak semen yang biasa disebut klinker.
Proses pembuatan semen dapat dibedakan menurut :
  1. Proses basah : semua bahan baku yang ada dicampur dengan air, dihancurkan dan diuapkan kemudian dibakar dengan menggunakan bahan bakar minyak, bakar (bunker crude oil). Proses ini jarang digunakan karena masalah keterbatasan energi BBM.
2.   Proses kering : menggunakan teknik penggilingan dan blending kemudian dibakar dengan bahan bakar batubara. Proses ini meliputi lima tahap
pengelolaan yaitu :
·         Proses pengeringan dan penggilingan bahan baku di rotary dryer dan roller meal.
·         Proses pencampuran (homogenizing raw meal) untuk mendapatkan campuran    yang homogen.
·          proses pembakaran raw meal untuk menghasilkan terak (clinker : bahan setengah jadi yang dibutuhkan untuk pembuatan semen).
·         proses pendinginan terak.
·         proses penggilingan akhir di mana clinker dan gypsum digiling dengan cement mill.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar